Mahkamah Konstitusi terus mendengarkan seluruh keterangan dari para saksi serta ahli dalam sidang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, yang mana upaya tersebut merupakan salah satu wujud nyata dari bagaimana MK menjunjung tinggi adanya keadilan dan demokrasi di Indonesia.
Meski sejatinya memang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut asas demokrasi, namun nyatanya hal tersebut harus terus mendapatkan dukungan dan seluruh pihak mampu mengupayakannya agar tetap tegak sebagaimana dalam dasar negara.
Oleh karena itu, bagaimana peranan dari Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri merupakan pihak yang sangat penting karena mereka bertugas dan bertanggung jawab untuk terus menjunjung tinggi adanya keadilan dalam setiap proses pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia.
Sidang atas Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) terus berlanjut hingga saat ini memasuki dalam tahap pembuktian. Menurut Juru Bicara (Jubir) MK, Fajar Laksono bahwa terdapat sebanyak 106 perkara gugatan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) yang lanjut ke dalam tahap ini.
Seluruhnya akan terus mengalami persidangan hingga bulan Juni 2024 mendatang. Sebanyak total 106 perkara tersebut, dalam satu perkaranya setiap pihak diperkenankan untuk menghadirkan hingga sebanyak 6 saksi atau ahli.
Agenda dari berjalannya sidang PHPU mengenai Pileh 2024 juga tidak lepas dari bagaimana komitmen kuat Mahkamah Konstitusi untuk terus menegakkan keadilan dan demokrasi di Indonesia, yakni dengan mendengatkan seluruh keterangan dari saksi atau ahli, termasuk juga melakukan pemeriksaan dan juga mengesahkan alat bukti tambahan.
Hakim MK, Arief Hidayat mengingatkan kepada semua pihak untuk bisa menyampaikan bukti tambahan setidaknya dalam waktu satu hari sebelum sidang berlangsung pada hari kerja. Lebih lanjut, apabila terdapat pihak yang melakukan penyampaian namun tidak sesuai, maka akan menjadi pertimbangan sendiri oleh Majelis Hakim.
Senada, Hakim Konstitusi Enny Nurbanisngsih juga mengimbau kepada semua pihak yang berperkara dalam sengketa Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sesegera mungkin mampu menyerahkan seluruh alat bukti mereka.
Karena dengan alat bukti yang segera mereka serahkan pada MK, maka nantinya bisa langsung mendapatkan respon oleh pihak lainnya pada sidang pembuktian. Pihak Mahkamah Konstitusi sendiri terus memberikan kesempatan pada semua pihak untuk mampu menyampaikan alat bukti mereka sebelum sidang pembuktian berakhir.
Dengan sangat tegas, Mahkamah Konstitusi sendiri menegaskan bahwa dirinya sebagai pengawal demokrasi atau the guardian of the democracy dengan mengacu pada prinsip menegakkan keadilan secara substantif.
Bukan hanya itu, namun MK juga telah menjalankan seluruh fungsi dalam menguji konstitusionalitas Undang-Undang (UU), yang mana menjadikan lembaga tersebut mampu menilai dan menguji norma dalam UU, apakah berlawanan dengan konstitusi sebagai huum tertinggi (fundamental law) ataukah tidak.
Lebih lanjut, MK juga memiliki kewenangan untuk memutus perkara akan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) sebagaimana dalam sidang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 kali ini.
Produk hukum seperti Undang-Undang, meski memang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan juga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan cara yang demokratis, akan tetapi hal tersebut belum tentu hasilnya mampu mencerminkan bagaimana nilai-nilai dari citra hukum dan nilai-nilai konstitusi.
Tidak hanya anggapan, namun nyatanya pengalaman masa lalu membuktikan hal tersebut. Prinsip penegakan keadilan dalam proses peradilan, itulah yang saat ini terus MK gali dengan sangat dalam untuk mewujudkan sebuah keadilan substantif (substantive justice) di hadapan seluruh msyarakat Tanah Air serta pihak Mahkamah Konstitusi tidak terbelenggu dengan apa yang telah termaktub dalam Undang-Undang (procedural justice). Dengan demikian, maka MK sendiri memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga terwujudnya keseimbangan antara negara demokrasi dan juga nomokrasi.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjelaskan bahwa apabila berbicata mengenai MK, maka berarti juga membicarakan perihal bagaimana sejarah perkembangan lembaga negara serta kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Pada masa sebelumnya, kekuasaan kehakiman sempat hanya MK pegang. Kemudian pada perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang di dalamnya memuat sistem ketatanegaraan di Tanag Air, maka kekuasaan kehakiman menyebutkan keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang juga melakukan keuasaan kehadikam yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan demi menegakkan hukum dan keadilan.
Melalui bagaimana pendekatan secara fungsional check and balances sistem, maka hakim konstitusi yang berjumlah 9 orang itu bukan hanya sekedar perkara jumlahnya untuk dapat menjalankan kewenangannya saja. Tetapi sejak amandemen UUD 1945, maka struktur ketatanegaraan kini tidak lagi vertikal, sehingga kekuasaan yudikatif MK memiliki fungsi untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Peranan tersebut menjadikan Mahkamah Konstitusi (MK) terus berupaya untuk menjunjung sangat tinggi keberlakuan asas keadilan dan demokrasi di Indonesia, yakni salah satu upayanya adalah dengan terus mendengarkan seluruh keterangan dari pihak saksi ataupun ahli dalam sidang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.