Dr. Dharma Putra: Indonesia Tunjukkan Keberhasilan Dalam Penyiapan Sarana Prasarana Pengairan

Bali – Penyelenggaraan Forum Air Dunia (World Water Forum/WWF) ke-10 di Bali menjadi kesempatan Indonesia untuk menunjukkan keberhasilannya dalam penyiapan sarana prasarana pengairan, sekaligus menjadi platform untuk menjaring dukungan internasional dalam pengelolaan air yang berkelanjutan.
Dosen Kimia Lingkungan FMIPA Universitas Udayana, Dr. K.G. Dharma Putra, menyatakan bahwa Indonesia cukup berhasil mengelola air, khususnya di wilayah Bali.

“Bali masih sangat beruntung karena potensi sumber daya airnya yang cukup berlimpah dengan keberadaan mata air yang cukup banyak dan danau yang juga. Apalagi pemerintah menyiapkan dan menyediakan tampungan air yang cukup memadai, seperti pembangunan waduk yang sudah juga dilakukan di beberapa tempat untuk membantu penyiapan pangan bagi masyarakat Bali,” jelas Dr. Dharma Putra.

Namun demikian, Dr. Dharma Putra juga menekankan bahwa Indonesia tetap perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola air agar amanah UUD 1945, pasal 33 ayat (3), bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai negara, dapat dilaksanakan dengan baik.

“Kemampuan Indonesia dalam mengelola air memang masih perlu ditingkatkan agar amanah UUD 1945 dapat dilaksanakan dengan baik. Pada musim penghujan masih sering kita dengar terjadinya kebanjiran longsor dan air sungai meluap dan mengalir langsung ke laut tanpa ada upaya-upaya untuk menyimpannya,” terangnya.

Bali, dengan potensi sumber daya air yang melimpah, menjadi contoh bagaimana pengelolaan air yang baik dapat dilakukan. Sistem irigasi tradisional Subak di Bali, yang dikenal dengan kearifan lokalnya, bisa menjadi solusi pengelolaan air berkelanjutan.

“Masyarakat Bali memiliki filosofi penghargaan terhadap air berdasarkan sebagian besar keyakinan religi yang juga dikenal sangat luas di dunia internasional, yakni Subak,” jelas Dr. Dharma Putra.

“Sistem irigasi tradisional yang dikenal dengan Subak ini banyak menginspirasi negara-negara lain di seluruh dunia untuk melaksanakan metode pengelolaan air berbasiskan kearifan lokal,” tambahnya.

Namun, Dr. Dharma Putra juga mengakui adanya tantangan pembangunan di Bali, di mana semakin berkurangnya kawasan hutan dan daerah resapan.

“Sumber-sumber mata air di Bali memiliki risiko karena semakin berkurangnya kawasan hutan akibat adanya pembangunan yang sangat masif, alih fungsi lahan yang sangat besar, yang tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi pembangunan yang ada di Bali,” ungkap Dosen Kimia Lingkungan FMIPA di Universitas Udayana ini.

Oleh karena itu, Dr. Dharma Putra berharap WWF Ke-10 ini dapat menghasilkan solusi-solusi konkret untuk meningkatkan pengelolaan air di Indonesia, khususnya di Bali, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan potensi sumber daya air secara optimal.

“Oleh karena itu, upaya-upaya meningkatkan kawasan resapan untuk menyimpan air dan pemanfaatan teknologi pengelolaan air tentu sangat bermanfaat demi keberlangsungan air, sehingga masyarakat bisa memanfaatkan potensi sumber daya air dengan baik,” tutup Dr. Dharma Putra.