TNI dan Polri Kompak Jaga Demokrasi, Aksi Damai Masyarakat Jadi Harapan Bersama

Oleh : Cut Meutia Rizky Utami )*

Seluruh jajaran aparat keamanan dari personel TNI dan Polri terus menunjukkan soliditasnya sebagai garda terdepan dalam menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Dalam berbagai momentum terjadinya dinamika politik dan sosial belakangan ini, kedua institusi itu hadir untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat menyalurkan aspirasi mereka semua dengan aman dan tertib.

Keberhasilan menjaga stabilitas saat gelombang unjuk rasa di sejumlah daerah menjadi bukti yang sangat nyata bahwa memang sinergi antara TNI-Polri bukan hanya sekadar jargon saja, melainkan merupakan praktik nyata dalam melindungi iklim dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Soliditas antara TNI dan Polri menjadi fondasi utama dalam mengawal jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air. Polri berperan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sementara TNI berfungsi untuk mempertahankan kedaulatan negara.

Dua tugas pokok tersebut saling berpadu saat menghadapi situasi dinamis pada lingkup sosial dan politik yang menuntut kolaborasi antar aparat keamanan. Patroli gabungan, pengamanan objek vital, hingga pengawalan aksi unjuk rasa yang sudah dilaksanakan selama ini telah memperlihatkan bagaimana kuatnya komitmen bersama agar seluruh rakyat Indonesia bisa mengekspresikan berbagai pendapatnya tanpa adanya rasa takut akan kekerasan maupun kerusuhan yang terjadi dan berpotensi mengancam mereka.

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa demonstrasi sejatinya adalah hak bagi setiap warga negara yang sudah dijamin oleh konstitusi. Namun ia menekankan bahwa hak itu tetap harus terus dijalankan dengan cara yang damai dan tanpa merusak fasilitas publik.

Aspirasi yang murni wajib dihormati, tetapi tindakan anarkis, provokasi, bahkan upaya makar tidak boleh dibiarkan karena hanya akan merusak esensi demokrasi. Pernyataan tersebut sekaligus menjadi arahan bagi aparat keamanan untuk bersikap persuasif, humanis, tetapi tetap tegas ketika menghadapi pelanggaran hukum.

Menko Polkam Djamari Chaniago menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Baginya, unjuk rasa tidak boleh menjadi jalan menuju kekacauan. Pemerintah melalui aparat keamanan telah diinstruksikan untuk menjaga fasilitas umum, melindungi warga yang tidak terlibat, serta bertindak sesuai aturan hukum.

Selain itu, pemerintah berupaya membangun dialog nasional dengan mahasiswa, organisasi sipil, dan tokoh masyarakat untuk memastikan bahwa aspirasi terserap dengan baik. Pendekatan dialogis itu diharapkan mampu meredam gejolak sosial sekaligus memperkuat legitimasi demokrasi.

Koordinator Aliansi Solidaritas Rakyat Indonesia, Fikri, juga menegaskan bahwa penyampaian pendapat harus dilakukan secara tertib dan bermartabat. Ia menilai segala bentuk vandalisme, anarkisme, atau upaya membenturkan rakyat dengan aparat hanyalah tindakan yang merugikan.

Menurutnya, demokrasi justru semakin kokoh bila kritik disampaikan secara beradab. Ia menaruh keyakinan bahwa kepemimpinan Presiden Prabowo mampu melahirkan solusi konkret untuk menjawab keresahan masyarakat. Pandangan itu mencerminkan suara kelompok sipil yang mendukung jalannya demokrasi sehat tanpa kekerasan.

Kolaborasi antara TNI dan Polri selama beberapa bulan terakhir juga ditunjukkan melalui pengamanan aksi demonstrasi di Jakarta, Surakarta, dan Lampung. Personel gabungan ditempatkan di berbagai titik strategis untuk mencegah potensi provokasi.

Setelah demonstrasi berakhir, patroli skala besar digelar untuk mengembalikan rasa aman masyarakat. Langkah-langkah tersebut memperlihatkan bahwa aparat tidak sekadar mengamankan momentum, melainkan memastikan kehidupan sosial kembali normal.

Sinergi kedua institusi juga mendapat apresiasi karena terus menjaga netralitas pada momentum demokrasi, seperti pemilihan umum maupun pilkada. Netralitas menjadi syarat mutlak agar masyarakat percaya bahwa demokrasi berjalan adil.

Upaya pengamanan yang profesional serta keterbukaan terhadap kritik publik menunjukkan bahwa TNI dan Polri tidak hanya hadir sebagai pengendali keamanan, melainkan juga mitra rakyat dalam menjaga demokrasi.

Meski begitu, tantangan tidak sedikit. Masih muncul kasus anarkis yang berusaha memanfaatkan ruang unjuk rasa. Bahkan, penyebaran hoaks di media sosial kerap memicu keresahan yang berpotensi mengganggu stabilitas.

Situasi ini menuntut aparat untuk terus meningkatkan komunikasi dengan masyarakat. Edukasi publik mengenai pentingnya aksi damai menjadi bagian dari upaya mencegah provokasi. Kehadiran media kredibel sangat dibutuhkan untuk meluruskan informasi agar publik tidak terjebak dalam narasi menyesatkan.

Publik pun memiliki tanggung jawab yang sama pentingnya. Partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban saat aksi berlangsung menjadi indikator kedewasaan demokrasi. Unjuk rasa yang berjalan damai dan tertib memperlihatkan bahwa rakyat Indonesia mampu menyalurkan aspirasi tanpa harus merusak atau menimbulkan kekerasan. Masyarakat, aparat keamanan, pemerintah, hingga media merupakan elemen yang saling berkaitan dalam membangun demokrasi yang sehat.

TNI dan Polri kini dihadapkan pada tugas menjaga soliditas agar tidak terpecah oleh isu-isu adu domba. Instruksi Presiden Prabowo untuk menegakkan hukum terhadap setiap bentuk provokasi menjadi peringatan bahwa stabilitas nasional adalah prioritas utama. Dengan kerja sama yang kuat, aparat dapat menutup ruang gerak pihak-pihak yang ingin mengacaukan tatanan sosial.

Pada akhirnya, demokrasi Indonesia akan terus tumbuh bila sinergi TNI-Polri berjalan harmonis dan masyarakat berkomitmen menjaga aksi damai. Kebersamaan semua pihak menjadi benteng utama menghadapi tantangan demokrasi modern. Aksi damai masyarakat bukan hanya simbol kedewasaan, tetapi juga harapan bersama untuk memastikan masa depan demokrasi Indonesia tetap kokoh, beradab, dan bermartabat. (*)

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Khatulistiwa