Menjawab 17+8, Pemerintah Pastikan Perlindungan dan Hak Buruh Kian Diperkuat

Oleh: Wahyu Bima Prasetyo

Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto semakin menegaskan bagaimana komitmennya untuk terus memperkuat perlindungan dan hak-hak dari para buruh dengan berbagai langkah nyata yang menjawab tuntutan publik. Aksi massa pada Mei 2025 dan gelombang demonstrasi berikutnya menyoroti 17+8 aspirasi rakyat yang sebagian besar datang dari kelompok buruh.

Aspirasi tersebut tidak sekadar menjadi daftar tuntutan, melainkan cerminan keresahan terhadap sistem ketenagakerjaan yang dinilai masih belum adil. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menjadikan momentum itu sebagai pijakan untuk melakukan evaluasi sekaligus perbaikan menyeluruh terhadap kebijakan ketenagakerjaan.

Gelombang tuntutan 17+8 menghadirkan sejumlah isu penting: penghapusan sistem outsourcing, percepatan realisasi upah layak, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, serta pembentukan satuan tugas pencegahan PHK. Di tengah desakan tersebut, pemerintah memilih jalan dialog dan perumusan kebijakan konkret agar aspirasi buruh tidak sekadar didengar, tetapi benar-benar diakomodasi.

Pemerintah menindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang menghadirkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Regulasi itu menjamin korban PHK menerima 60 persen dari gaji selama enam bulan, sekaligus menyediakan pelatihan kerja untuk meningkatkan keterampilan baru.

Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2025 terkait subsidi upah bagi pekerja berpenghasilan rendah, serta Permenaker Nomor 1 Tahun 2025 yang mempermudah akses klaim layanan BPJS Ketenagakerjaan. Kebijakan tersebut menandakan langkah sistematis pemerintah dalam menjawab keresahan buruh.

Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa tantangan global memaksa pemerintah menyiapkan kebijakan yang lebih adaptif. Ia menekankan setiap regulasi harus membawa dampak langsung kepada masyarakat, khususnya dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi.

Luhut memandang deregulasi sebagai kunci agar sektor padat karya bergerak dinamis. Pandangan itu menunjukkan bagaimana pemerintah tidak hanya berhenti pada aspek perlindungan, tetapi juga mendorong penciptaan ekosistem usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Langkah korektif juga dilakukan di parlemen. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa lembaganya menindaklanjuti serius aspirasi publik melalui keputusan konkret.

DPR menyepakati penghentian tunjangan perumahan anggota DPR sejak Agustus 2025, sekaligus memberlakukan moratorium kunjungan kerja luar negeri. Pemangkasan sejumlah fasilitas anggota DPR dilakukan untuk merespons langsung tuntutan rakyat.

Menurut Dasco, kebijakan tersebut menjadi sinyal bahwa aspirasi publik bukan hanya didengar, tetapi juga direspons dengan langkah nyata. DPR sekaligus menegaskan pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam setiap proses legislasi.

Komitmen pemerintah terhadap buruh semakin nyata dengan inisiasi pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Presiden Prabowo menegaskan lembaga baru itu akan diberi legitimasi setingkat kementerian agar mampu menjadi mitra strategis dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Andi Gani, memandang pembentukan DKBN sebagai langkah besar yang akan memperkuat dialog antara buruh, akademisi, dan pemerintah. Ia menekankan bahwa lembaga tersebut akan membentuk Satgas PHK untuk merespons gelombang pemutusan hubungan kerja yang marak di berbagai sektor industri.

Menurut Andi Gani, struktur DKBN memungkinkan aspirasi buruh terkait perumahan, jaminan sosial, dan kesejahteraan lebih terjamin. Ia menilai legitimasi kelembagaan setingkat kementerian memperlihatkan keseriusan Presiden Prabowo dalam menempatkan isu buruh di garis depan pembangunan nasional. Pendapat itu sejalan dengan harapan publik yang selama ini menginginkan forum resmi dengan kapasitas besar dalam memengaruhi kebijakan negara.

Pemerintah juga menunjukkan konsistensi dengan janji kampanye Presiden Prabowo. Dukungan terhadap pengesahan RUU PPRT, penghapusan sistem outsourcing, serta pengakuan terhadap Marsinah sebagai pahlawan menjadi bukti kesungguhan politik untuk mengakui peran buruh dalam perjalanan bangsa.

Selain itu, komitmen mencegah kriminalisasi demonstran dan membuka ruang bagi tim investigasi independen menandai sikap pemerintah dalam menjunjung tinggi hak asasi serta kebebasan berekspresi yang dilindungi undang-undang.

Program ekonomi nasional turut diarahkan untuk memperkuat penyerapan tenaga kerja. Paket Ekonomi 2025 dirancang untuk membuka 19 juta lapangan pekerjaan baru dengan strategi prioritas di sektor pertanian, hilirisasi industri, ekonomi kreatif, transformasi digital, dan penguatan UMKM. Kebijakan itu tidak hanya bertujuan memperbesar kapasitas produksi nasional, tetapi juga memberikan kesempatan kerja yang lebih luas bagi buruh di berbagai lapisan masyarakat.

Kebijakan yang dirumuskan pemerintah memperlihatkan pola pendekatan ganda: perlindungan buruh dari risiko PHK dan upaya memastikan terciptanya iklim usaha yang kondusif. Strategi tersebut tidak hanya menjawab tuntutan 17+8 secara parsial, tetapi juga membangun fondasi jangka panjang bagi kesejahteraan buruh.

Aspirasi publik selalu hadir dalam dinamika sosial politik. Namun, jawaban yang diberikan pemerintah kali ini memperlihatkan kesungguhan untuk menempatkan buruh sebagai pilar penting pembangunan nasional. Penguatan regulasi, pembentukan lembaga khusus, dan penciptaan lapangan kerja menjadi langkah nyata dalam memastikan buruh mendapatkan haknya secara adil.

Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, komitmen itu menunjukkan posisi Indonesia sebagai negara yang berani menjawab aspirasi rakyat dengan kebijakan konkret. Menjawab 17+8 bukan sekadar memenuhi tuntutan sesaat, melainkan meneguhkan arah baru politik ketenagakerjaan yang menempatkan perlindungan dan hak buruh di pusat pembangunan. (*)

*) Pengamat Kebijakan Publik