Jakarta – Pemerintah terus mempercepat pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) sebagai bentuk komitmen membangun generasi sehat, aktif, dan produktif.
Kabupaten Morotai, Maluku Utara, menjadi salah satu fokus utama karena meskipun menghadapi tantangan logistik, daerah ini justru kaya akan potensi pangan lokal yang dapat dimanfaatkan.
Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, menegaskan bahwa keberhasilan MBG tidak boleh lepas dari kekuatan daerah.
“Morotai adalah daerah surplus ikan, sumber protein berkualitas tinggi, yang bisa menjadi andalan gizi anak-anak sekolah,” ujarnya.
Ia menambahkan, ikan bukan satu-satunya kekuatan Morotai. Hasil pertanian berupa sayur dan buah juga memiliki peran penting dalam pemenuhan gizi harian anak-anak.
“Pemanfaatan pangan lokal bukan hanya memenuhi amanat Perpres 81 Tahun 2024, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus menggerakkan perekonomian setempat,” katanya.
Dengan demikian, rantai pasok pangan berbasis lokal dapat terbangun secara berkelanjutan.
Dalam hal penyediaan bahan pangan strategis, Andriko menilai Koperasi Desa Merah Putih memiliki peran besar.
“KopDes Merah Putih dapat menjadi pemasok beras SPHP, minyak, gula, dan pangan lainnya. Keberadaannya penting untuk memperkuat kemandirian pangan dan mengurangi ketergantungan dari luar daerah,” jelasnya.
Pandangan tersebut sejalan dengan pernyataan Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti.
Ia menekankan pentingnya sinergi antar pihak dalam memanfaatkan bahan pangan lokal.
“Program ini sebaiknya tidak mengambil bahan pokok MBG dari luar daerah apabila tersedia di Morotai. Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mendorong petani, nelayan, peternak, dan mitra lokal,” ujarnya.
Dengan begitu, rantai pasok dapat menyerap hasil produksi masyarakat.
Dari sisi kualitas gizi, Direktur Tata Kelola Pemenuhan Gizi Badan Gizi Nasional, Sitti Aida Adha Taridala, menegaskan pentingnya standar menu.
“Keberhasilan MBG diukur bukan hanya dari jumlah penerima manfaat, tetapi juga mutu dan keberlanjutan menu. Setiap menu MBG harus memenuhi standar gizi dengan kombinasi karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral sesuai panduan teknis,” tegasnya.
Ia menambahkan, penguatan tata kelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) akan terus dilakukan.
“Dengan pengelolaan yang baik, kita tidak hanya memberi makan, tapi membangun generasi yang sehat, cerdas, dan siap berkompetisi,” ujarnya.